Rabu, 20 Mei 2020

Rendahnya minat baca bangsa Indonesia dan solusinya

    Minat membaca masyarakat Indonesia menempati urutan yang sangat rendah dibanding negara – negara lain, beberapa jurnal dan artikel menyatakan bahwa indonesia menempati peringkat 60 dari 61 negara ditinjau dari minat membaca (gramedia.com, 2018). Peringkat tersebut adalah hasil dari penelitian Central Connecticut State University tahun 2016 silam. Unesco melihat indeks minat membaca masyrakat Indonesia berada pada angka 0,001. Secara logika apabila ada 5000 penduduk Indonesia maka hanya 5 orang saja yang minat membaca atau apabila 1000 jumlah penduduk Indonesia maka 1 orang saja yang minat membaca. Namun, menurut Mohammad Nasir Kemenristekdikti  RI ketika memberikan sambutan di wisuda STKIP PGRI Jombang, minat membaca negara kita berada pada nomor 63 dari 70 negara (okezone.com, 2019). Ini adalah angka yang sangat memperihatinkan untuk negara kita, padahal kemajuan peradaban manusia sebetulnya dilihat dari kualitas pendidikan dan kecerdasan yang dimiliki oleh masyrakat itu sendiri. Sebagai contoh negara Adidaya USA memiliki tingkat baca yang tinggi dengan menerbitkan buku sebanyak 56.027 judul pertahun. Bahkan negara Amerika memiliki peringkat ke 7 dan Inggris ke 17 (tanotofoundation.org, 2017). Sementara tingkat membaca anak – anak Indonesia menurut IEA ( International Assosiation for Evaluation Educational ) Indonesia menempati urutan ke 29 dari 30 negara di Dunia setingkat diatas Venezuela (saepudin, 2015). 
    
    Dinegara – negara maju membaca memang sudah menjadi suatu kebutuhan dan keharusan, serta membaca adalah bagian terpenting dari kebiasaan mereka sehari – hari. Rumah mereka dihiasi dengan rak – rak dan lemari buku atau bahkan mengkhususkan sebuah ruangan untuk perpustakaan. Namun setelah kemajuan dunia Internet Negara maju mengalami kemuduran dalam dunia literasi, Amerika serikat misalnya yang sangat gencar menerbitkan buku mencapai 56.027 judul pada tahun 1987. Namun penerbitan buku mengalami penurunan menjadi 49.000 judul. (Galuh, 2018). Sementara di Indonesia tidak menjadikan buku sebagai kebiasaan pokok mereka sehari – hari, Indonesia lebih suka nonton Tv, dengar Radio, dan bermain gawai dengan dibantu oleh koneksi Internet yang sangat berkembang pesat.

    Kurangnya minat membaca memberikan dampak buruk tersendiri bagi bangsa dan individu. Pertama, kemampuan kognitif berfikir individu menjadi rendah akibatnya mereka labih suka termakan hoax karena tidak mampu berfikir kritis. Kedua, kurangnya daya kreatifitas, prestasi, dan kontribusi mahasiswa atau individu dalam berbagai ranah. Kemudian, Indonesia akan kekurangan orang – orang yang cerdas untuk memajukan bangsa, mereka tidak akan mampu memberi solusi dalam setiap masalah politik, ekonomi, kebahasaan, kebudayaan, keagamaan, kesehatan, dan lain sebagainya. Serta bangsa kita tidak akan bisa bersaing secara global (Nurhaidah, 2016). Padahal, negara kita ketika memasuki tahun 2045 nanti adalah masa 100 tahun Indonesia merdeka secara politik. Dan bangsa kita pada masa itu akan menjadi Indonesia emas, namun apabila kita tidak mampu menyelesaikan masalah – masalah bangsa karena kurangnya kesadaran kita dalam membaca, maka kita tidak akan menjadi generasi penerus yang akan memajukan perekonomian bangsa dan bersaing secara global. 

    Dunia literasi adalah kunci dari kemajuan peradaban manusia suatu bangsa, karena literasi luas pengertiannya tidak hanya berkutat pada buku dan sekedar membaca. Literasi adalah kemampuan melek informasi dan teknologi, berfikir kritis, peka terhadap lingkungan , bahkan juga peka terhadap politik. Ada berbagai macam literasi yaitu literasi komputer (computer literacy), literasi media (media literacy), literasi teknologi (technology literacy), literasi ekonomi (economy literacy), literasi informasi (information literacy), dan serta literasi moral (moral literacy)(permatasari, 2015).

Adapun faktor – faktor yang membuat kurangnya minat baca masyarakat Indonesia
1. Faktor Internal, 
-    belum ada dorongan yang kuat dari individu untuk cinta terhadap buku dan membaca.
-    Belum ada kesadaran bahwa membaca adalah bagian dari sumber munculnya cara pandang dalam         hidup.
-    Tidak mau keluar dari zona nyaman.

2. Faktor eksternal, 
-    Lingkungan, kebiasaan masyarakat yang tidak menanamkan jiwa cinta membaca maka tidak akan ada contoh untuk generasi gemar membaca di ea sekarang. Mereka lebih suka berkumpul – kumpul,    bergosip, dan mengobrol yang kadang tidak penting dan hanya menghabiskan waktu saja.                     Dilingkungan rumah, orang tua tidak pernah mengajarkan bagaimana bentuk dari cinta membaca        itu, mereka hanya memberikan perintah dengan kalimat “belajarlah agar jadi orang yang pandai!”         namun tidak pernah membimbing bagaimana cara belajar yang baik itu. Ini juga dipengaruhi oleh        minimnya tingkat pendidikan orang tua kita. Hal – hal seperti ini biasa terjadi di pelosok desa        dimana mereka tidak tersentuh sama sekali dengan pendidikan formal yang baik. Dan dilingkungan sekolah, sangat minimn sekali ada murid yang suka menghabiskan waktunya membaca buku diperpustakaan, mereka lebih suka mengahbiskan waktu di kantin bahkan ketika pelajaran sekolah sedang berlangsung. Apalagi di era sekarang, semua orang tak terkecuali anak – anak telah memiliki gawai pribadi, ini lebih parah lagi. Mirisnya anak – anak sekolah sekarang ketika tidak ada guru yang masuk dalam kelas mereka menghabiskan waktu untuk bermain tik – tok, instagram dan update status di facebook.

-    Minimnya fasilitas, terkadang mahasiswa malas membaca buku karena terkendala oleh buku itu sendiri. Toko buku disetiap daerah di Indonesia tentu berbeda beda jumlahnya, kota bengkulu masih sangat minim sekali dengan yang namanya toko buku. Adapun toko buku yang tersedia meletakkan harga yang sangat tinggi pada buku tersebut sehingga mahasiswa tidak memiliki uang yang cukup untuk rutin membeli buku. Perpustakaan kampus hanya memberikan pinjaman dua buku saja dalam satu minggu, beberapa mahasiswa yang pernah saya tanya tentang membaca buku, kebanyakan dari mereka mengatakan tidak menyempatkan diri untuk membaca buku dikarenakan waktu yang diberikan untuk minjam dan jumlah buku sangat terbatas. Ditambah banyaknya tugas kampus yang harus mereka kerjakan dalam waktu yang singkat. Akhirya buku yang mereka pinjam hanya untuk dijadikan referensi makalah kampus dengan tanpa mengolah kalimatnya namun langsung menuliskan hasil pemikiran buku tersebut, sehingga makalah mereka bukan hasil dari pemikiran mereka tetapi dari pengarang buku.

Mungkin masih banyak lagi kendala – kendala yang juga saya tidak bisa paparkan dalam tulisan singkat ini. Namun, saya akan mencoba memberikan solusi kepada kita semua agar memiliki minat dan melek dalam membaca.

1. Najwa Shihab seorang duta baca Indonesia pernah berkata, “Saya percaya hanya perlu satu buku untuk jatuh cinta pada membaca, temukan buku itu dan mari jatuh cinta”. Pernyataan tersebut adalah salah satu motivasi untuk kita semua agar memiliki rasa cinta terhadap sesuatu apalagi terhadap buku. Anda kalau sudah jatuh cinta pasti “mengatakan gunung kudaki lautan kusebrangi demi mendapatkanmu”. Artinya dengan cinta maka lahirlah pengorbanan, cinta terhadap pasangan maka lahirlah pengorbanan berupa uang untuk menikahinya, cinta terhadap orang tua maka lahirlah pengorbanan untuk berbakti kepada mereka, cinta terhadap Tuhan maka lahirlah pengorbanan untuk meningkatkan prestasi ibadah, cinta terhadap ilmu seharusnya juga melahirkan orang – orang yang memiliki budaya baca yang tinggi sehingga memiliki kesadaran untuk berkorban membeli buku. Mereka yang cinta terhadap buku pasti akan menyisihkan uang untuk membeli buku, walaupun mereka adalah mahasiswa kosan yang harus hemat, tapi mereka memiliki startegi jitu untuk menggapai peluang – peluang itu. Mungkin merek membeli buku sebulan sekali, atau mereka yang kerja menyisihkan uang salarinya.

2. Memanfaatkan teknologi, semua orang saat ini tidak bisa lepas dari yang namanya gadget. Bermacam – macam cara mereka menggunakannya, ada yang hanya untuk bemain geme online, bisnis, update status pada stori medsos, serta untuk belajar. Maka manfaatkanlah gadget itu untuk yang bermanfaat. Ada banyak fasilitas yang terdapat didalamnya, tinggal kita pilih mau yang mana. Berhubungan dengan buku, ada aplikasi ipusnas dari kemendikbud RI, disana anda bisa memijam buku digital tanpa harus pergi keperpustakaan konvensional dan tanpa harus denda keterlambatan. Jadi bisa menghemat uang dan tenaga. Selebihnya ada buku – buku pdf yang terdapat pada situs – situs institusi yang menyediakan, ada yang gratis namun adapula yang berbayar.

3. Hindari kebiasaan lama, dan keluarlah dari zona nyaman. Serta bergabunglah dengan orang – orang yang suka terhadap literasi.

4. Perbanyak toko buku disetiap daerah atau provinsi dengan harga yang relatif terjangkau. 


Writed by Andika Saputra

Bibliography (daftar pustaka)
Galuh, I. (2018). pergersaran budaya baca dan perkembangan penerbitan buku di Indonesia. 14.

Nurhaidah, M. (2016). dampak rendahnya minat baca dikalangan mahsiswa. Journal pesona dasar, 6.

permatasari, a. (2015). membangun kualitas bangsa dari budaya literasi. 148.

saepudin, e. (2015). tingkat budaya membaca masyarakat.

https://www.google.com/amp/s/www.gramedia.com/blog/5-penyebab-kurangnya-minat-baca-di-indonesia/amp/

https://www.google.com/amp/s/m.jpnn.com/amp/news/parah-minat-baca-indonesia-rendah-banget

https://www.google.com/amp/s/news.okezone.com/amp/2019/04/21/65/2045974/rendahnya-minat-baca-di-indonesia-menristekdikti-whatsapp-hoaks-semua-yang-dibaca

https://tanotofoundation.org/id/news/belajar-dari-budaya-membaca-masyarakat-di-negara-maju/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pola pikir tentang Learning Oriented

Image/Pahamify.com Pada hakikatnya manusia selalu belajar dan terus belajar untuk selalu bertumbuh meningkatkan diri menjadi l...